Kamis, 05 Februari 2015

Kasus-kasus Penyaliban

Cerita Salib yang Berlimpah-limpah

Orang bisa saja mengatakan bahwa peristiwa di atas adalah kasus hipotesa. Tetapi kita sedang membuat sejarah. Lihat halaman 454, sebuah copy dari Weekend World tanggal 3 Agustus 1969. Mr Pieter Van der Bergh, seorang pengacara, "disalib" dengan "sukarela", hanya untuk mencari sensasi. Dia mengatakan bahwa dia ingin membuktikan bahwa "Seseorang bisa menguasai tubuhnya sendiri". Dia diletakkan di kayu salib dan menjalani semua proses penyaliban. Untuk mengalahkan penyaliban di Golgotha, dia memakai "sebuah paku 18 inchi yang menembus pahanya" (lihat gambar hal. 484). laki-laki ini masih hidup. Apakah dia disalib? Satu kata ...? tidak ada kata seperti itu dalam bahasa Inggris.
Ketika orang-orang Yahudi berulang-ulang meminta pada Pilatus "Salib dia! Salib dia!" (Lukas 23: 21, Yohanes 19: 6), maksud mereka bunuh dia di atas kayu salib disalib. "bunuh" dia! Tidak hanya "dibawa" ke atas kayu salib! Dan jika setelah upacara tersebut, seperti pada Mr. Van der Bergh, laki-laki itu tidak mati karena disalib, apa yang akan Anda katakan tentang peristiwa ini? Apa kata kerja yang akan Anda gunakan jika Anda tidak mempunyainya dalam bahasa Anda?

Kekurangan Ganda

Seorang Afrika Selatan yang berbahasa Inggris dan teman-teman Amerikanya, mengakui (Dari buku The Islam Debate): "Jika kata menyalib hanya berarti membunuh di atas kayu salib, kita kehilangan kata kerja lain untuk meng-gambarkan kegiatan memancang di atas kayu, memalukan sekali. (mengapa mereka tidak menulis "menyalib" di dalam tanda kutip?) Mereka mengolok-olok saya untuk menutupi kekurangan dalam bahasa mereka dan ketidakmampuan untuk mencari kata yang cocok.
Dengan semua "yang ada dalam Roh Kudus", dunia Kristen telah gagal mencetak sebuah kata kerja yang sesuai untuk menggambarkan "keadaan ketika diikat di kayu salib". Segera, saya akan membawa mereka keluar dari kesalahan mereka, Insya Allah!, sebelum bab ini selesai. Jika orang Kristen berkata, "Jika kata menyalib hanya berarti membunuh ... , maka apa arti lain dari menyalib?
Kamus Oxford yang terkenal di seluruh dunia mendefinisikan menyalib sebagai membunuh dengan cara mengikat pada sebuah salib." (lihat pada hal. 448 untuk mendapatkan gambar yang lebih jelas).
Para penulis The Islam Debate (Perdebatan Islam) dari sekte "born-again Christian" tidak bisa menyelesaikan masalah tersebut, jadi saya akan mencoba menyelesaikannya bagi mereka!

"Penyaliban" Sekarang Hanya Untuk Sensasi

Selalu ada yang baru yang datang dari negeri Timur. Sekarang di Timur Jauh, seorang warga Philipina telah mengembangkan kegemaran baru tentang "penyaliban"! Mereka ingin mengikuti jejak Yesus, (lihat hal. 431). Suatu copy dari Sunday News di Daressalaam tanggal 3 May 1981, melaporkan "penyaliban" ganda di Philipina. Paling tidak 7 kasus "penyaliban" dilaporkan oleh wartawan lokal. Mungkin ada lebih banyak lagi penyaliban yang luput dari wartawan. Di antaranya ada Luciana Reyes yang digambarkan sebagai "wanita pertama yang menjalani upacara ritual penyaliban!"
Penambahan yang baru dari penyaliban ini adalah bahwa tangan-tangan mereka dipaku di kayu salib.

Penyaliban atau Sandiwara Penyaliban

Tak ada seorang pun yang mati karena "penyaliban"! (disalib). Satu di antara mereka pingsan. Laki-laki lain bangun dan merokok setelah tangannya diperban. Seorang pedagang keliling 'telah menjalani upacara (penyaliban) ini lima kali'. Laki-laki ini berjanji akan menjalani 'penyaliban' sebanyak 10 kali!
Hal ini kedengarannya seperti cerita bohong. Tetapi ada 25.000 saksi mata pada 4 peristiwa penyaliban di satu kota saja. Beberapa 'penyaliban' ini disiarkan 'langsung oleh TV'.
Dunia Kristen telah dikenal mengeksploitasi Yesus untuk mencari uang. Film tentang kehidupan Yesus telah masuk dalam rekor 'Box Office'. Mereka telah mempunyai "Sandiwara Kelahiran" dan "Sandiwara Minggu Suci", mengapa tidak membuat suatu 'Sandiwara Penyaliban?'
Reg Gratton, seorang koresponden Sunday News (lihat hal. 513 samping) telah menyelesaikan masalah "penyaliban" dengan memasukkan tanda kutip. Dia menggunakan kata-kata "penyaliban" dan "penyaliban-penyaliban" lima kali dalam artikelnya dan setiap kali kata ini digunakan maka ia menambahkan tanda kutip. Coba periksa kembali. Dengan kata lain, dia mengatakan bahwa itu "dikatakan penyaliban", penambahan tanda kutip lebih tidak kentara dibanding kata "Dikatakan". Saya tidak menangkap maksudnya pada saat membaca artikel itu pertama kali. Bagaimana dengan Anda?
Anda bisa mencatat bahwa penulis yang lain telah mencegahnya dengan meletakkan kata seperti "Mati", "Telah Mati", dan "mayat" di dalam tanda kutip di halaman 455 dan 456. Sekarang Reg melakukan hal yang sama dengan "penyaliban"! karena kata "crucify = menyalib" telah menempel di tenggorokan setiap misionaris, maka haruskah kita menggunakan kata "cruci-fiction", cerita penyaliban sebagai penggantinya?

Penyaliban atau Kisah Penyaliban?

Kita sekarang bisa mengatakan bahwa Pieter Van der Bergh (hal. 454) mengalami proses penyaliban dengan keras dan serius, tetapi dia tidak disalib seperti yang dikabarkan di koran, tetapi, dia dianggap telah disalib.
Lebih jauh, kita bisa katakan bahwa orang-orang Kristen di Philipina tidak melakukan penyaliban, tetapi mereka dianggap telah disalib. Tidak ada pertunjukan seperti yang mereka lakukan di film. Ini adalah kejadian nyata dan hanya kematian sesaat. Oleh karenanya, setiap pertunjukan dengan salib, dimana korban mencoba untuk menyamai apa yang dialami Yesus tetapi tidak benar-benar meninggal di kayu salib, kita bisa menyebutnya dalam terminologi yang tepat:
Crucifict sebagai pengganti Crucify - (verb/kata kerja)
Crucificted sebagai pengganti Crucificed - (verb/kata kerja)
Crucifiction sebagai pengganti Crucifixion - (noun/kata benda)
Penggunaan yang mudah dan simple dari kata-kata yang benar ini akan mematahkan "Salib" orang Kristen yang akan menemukan dirinya berada di Persimpangan Jalan, tidak tahu jalan mana yang harus dipilih. Dan jika kita sering menggunakan kata-kata ini, kita akan segera menemukannya dalam kamus Inggris di dunia ini.
Untuk terakhir, kami telah menerbitkan 350.000 copy untuk memasyarakatkan buku ini. Baca, pelajari dan bagikan untuk teman-teman dan musuh-musuh Anda demi keme-nangan kebenaran. Amin.

Ambil yang Terbaik

"Setelah lebih dari 1.000 jam mempelajari ... "Penyaliban" penulis A Campus Crusade menerbitkan The Resurrection Factor (Faktor Kebangkitan kembali) yang menciptakan posisi badan yang lain bagi "Tuhan" dan "Juru Selamat-nya"
Sekarang Anda Mempunyai Banyak Pilihan
  1. Frogi-fiction seperti yang digambarkan di sini (seperti katak).
  2. Staki-fiction seperti pada hal. 500 (dengan tiang pancang).
  3. Cruci-fiction seperti di hal. 448.

Perang Baratayudha


Baratayuda
Pertarungan terakhir dalam Baratayuda antara Duryudana melawan Bima

Pertarungan terakhir dalam Baratayuda antara Duryudanamelawan Bima
Tanggal
LokasiKurukshetra
Hasildimenangkan pihak Pandawa
Pihak yang terlibat
Lima putra Pandu (Pandawa) dan sekutunya, dipimpin oleh YudistiraSeratus putra Dretarastra (Korawa) dan sekutunya, dipimpin oleh Duryodana
Komandan
Yudistira
Drestadyumna
Resi Seta
Gathotkaca - 
Arjuna
Bima
Nakula
Sadewa
Satyaki
Abimanyu -  Pancawala -
Bisma
Drona
Karna
Salya
Aswatama
Dursasana
Duryudana -  Sangkuni-
Jayadrata
Wikarna
Krepa
Korban
Hampir semua prajurit.
Hanya 7 Senopati yang bertahan hidup: limaPandawaYuyutsu, danSatyaki
Hampir semua prajurit (Bergabung Dengan Pandawa).
Hanya 3 Senopati yang bertahan hidup:AswatamaKrepa 
Baratayuda, adalah istilah yang dipakai di Indonesia untuk menyebut perang besar di Kurukshetra antara keluarga Pandawa melawanKorawa. Perang ini merupakan klimaks dari kisah Mahabharata, yaitu sebuah wiracarita terkenal dari India.
Istilah Baratayuda berasal dari kata Bharatayuddha (Perang Bharata), yaitu judul sebuah naskah kakawin berbahasa Jawa Kuna yang ditulis pada tahun 1157 oleh Mpu Sedah atas perintah Maharaja Jayabhaya, raja Kerajaan Kadiri. Sebenarnya kitab baratayuda yang ditulis pada masa Kediri itu untuk simbolisme keadaan perang saudara antara Kerajaan Kediri dan Jenggala yang sama sama keturunan Raja Erlangga . Keadaan perang saudara itu digambarkan seolah-olah seperti yang tertulis dalam Kitab Mahabarata karya Vyasa yaitu perang antara Pandawa dan Kurawa yang sebenarnya juga keturunan Vyasa sang penulis
Kisah Kakawin Bharatayuddha kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Jawa Baru dengan judul Serat Bratayuda oleh pujanggaYasadipura I pada zaman Kasunanan Surakarta.
Di Yogyakarta, cerita Baratayuda ditulis ulang dengan judul Serat Purwakandha pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana V. Penulisannya dimulai pada 29 Oktober 1847 hingga 30 Juli 1848.

Sebab Peperangan[sunting | sunting sumber]

Kurukshetra, lokasi tempat Bharatayuddha berlangsung (di India).
Sama halnya dengan versi aslinya, yaitu versi Mahabharata, perang Baratayuda merupakan puncak perselisihan antara keluarga Pandawa yang dipimpin oleh Puntadewa (atau Yudistira) melawan sepupu mereka, yaitu para Korawa yang dipimpin oleh Duryudana.
Akan tetapi versi pewayangan menyebut perang Baratayuda sebagai peristiwa yang sudah ditetapkan kejadiannya oleh dewata. Konon, sebelum Pandawa dan Korawa dilahirkan, perang ini sudah ditetapkan akan terjadi. Selain itu, Padang Kurusetra sebagai medan pertempuran menurut pewayangan bukan berlokasi di India, melainkan berada di Jawa, tepatnya di dataran tinggi Dieng. Dengan kata lain, kisah Mahabharata menurut tradisi Jawa dianggap terjadi di Pulau Jawa.
Bibit perselisihan antara Pandawa dan Korawa dimulai sejak orang tua mereka masih sama-sama muda. Pandu, ayah para Pandawa suatu hari membawa pulang tiga orang putri dari tiga negara, bernama KuntiGendari, dan Madrim. Salah satu dari mereka dipersembahkan kepada Dretarastra, kakaknya yang buta. Dretarastra memutuskan untuk memilih Gendari, kenapa yang dipilih Gendari? Karena sekali lagi Dretarastra buta, ia tidak dapat melihat apapun, jadi ketika ia memilih ketiga putri itu yang dengan cara mengangkat satu per satu, terpilih lah Gendari yang mempunyai bobot paling berat, sehingga Dretarastra berpikir bahwa kelak Gendari akan mempunyai banyak anak, sama seperti impian Dretarastra. Hal ini membuat putri dari Kerajaan Plasajenar itu tersinggung dan sakit hati. Gendari merasa ia tak lebih dari piala bergilir. Ia pun bersumpah keturunannya kelak akan menjadi musuh bebuyutan anak-anak Pandu.
Gendari dan adiknya, bernama Sengkuni, mendidik anak-anaknya yang berjumlah seratus orang untuk selalu memusuhi anak-anak Pandu. Ketika Pandu meninggal, anak-anaknya semakin menderita. nyawa mereka selalu diincar oleh sepupu mereka, yaitu para Korawa. Kisah-kisah selanjutnya tidak jauh berbeda dengan versi Mahabharata, antara lain usaha pembunuhan Pandawa dalam istana yang terbakar, sampai perebutan Kerajaan Amarta melalui permainan dadu.
Akibat kekalahan dalam perjudian tersebut, para Pandawa harus menjalani hukuman pengasingan di Hutan Kamiyaka selama 12 tahun, ditambah dengan setahun menyamar sebagai orang rakyat jelata di Kerajaan Wirata. Namun setelah masa hukuman berakhir, para Korawa menolak mengembalikan hak-hak para Pandawa. Sebenarnya Yudhistira (Saudara sulung dari Pandhawa), hanya menginginkan 5 desa saja untuk dikembalikan ke pandhawa. Tidak utuh satu Amarta yang dituntut. tetapi Korawa pun tidak sudi memberikan satu jengkal tanah pun ke pandhawa. Akhirnya keputusan diambil lewat perang Baratayuda yang tidak dapat dihindari lagi.

Kitab Jitapsara[sunting | sunting sumber]

Dalam pewayangan Jawa dikenal adanya sebuah kitab yang tidak terdapat dalam versi Mahabharata. Kitab tersebut bernama Jitabsara atau Jitapsara, yang berisi kurang lebih skenario (Jw.pakem) jalannya peperangan dalam Baratayuda, termasuk urutan siapa saja yang akan menjadi korban. Kitab ini ditulis oleh Batara Penyarikan, sebagai juru catat atas apa yang dibahas oleh Batara Guru, raja kahyangan, dengan Batara Narada mengenai skenario tadi.
Kresna, raja Kerajaan Dwarawati yang menjadi penasihat pihak Pandawa, berhasil mencuri dengar pembicaraan dan penulisan kitab tersebut dengan menyamar sebagai seekor lebah putih (Jw: Klanceng Putih). Ketika tiba pada bagian Prabu Baladewa diperhadapkan dengan Antareja, Klanceng Putih lalu menumpahkan tinta yang dipakai, sehingga bagian atau bab itu batal ditulis.
Klanceng Putih kemudian menjelma menjadi Sukma Wicara, yakni bentuk halus (sukma) dari Batara Kresna. Sukma Wicara memprotes diperhadapkannya Prabu Baladewa, yang adalah kakak Prabu Kresna, dengan Antareja, anak dari Bimasena; karena Baladewa pasti akan kalah dari Antareja. Selain itu, Sukma Wicara meminta agar diperbolehkan memiliki Kitab Jitapsara itu.
Batara Guru merelakan kitab Jitapsara menjadi milik Kresna, asalkan ia selalu menjaga kerahasiaan isinya, serta bersedia menukarnya dengan Kembang Wijayakusuma, yaitu bunga pusaka milik Kresna yang bisa digunakan untuk menghidupkan orang mati. Di samping itu, Batara Guru juga meminta Kresna untuk mengatur penyelesaian soal Baladewa dan Antareja. Kresna menyanggupinya. Sejak saat itu Kresna kehilangan kemampuannya untuk menghidupkan orang mati, namun ia mengetahui dengan pasti siapa saja yang akan gugur di dalam Baratayuda sesuai isi Kitab Jitapsara yang telah ditakdirkan oleh dewata. Kelak, Kresna juga akan meminta Baladewa untuk bertapa di Grojogan Sewu selama perang Baratayuda, dan meminta kesediaan Antareja untuk kembali ke alam abadi, sehingga pertempuran di antara kedua ksatria itu tidak terjadi.[1]

Aturan Peperangan[sunting | sunting sumber]

Ilustrasi saat perang di Kurukshetradalam kitab Mahabharata.
Jalannya perang Baratayuda versi pewayangan sedikit berbeda dengan perang versi Mahabharata. Menurut versi Jawa, pertempuran diatur sedemikian rupa sehingga hanya tokoh-tokoh tertentu yang ditunjuk saja yang maju perang, sedangkan yang lain menunggu giliran untuk maju.
Sebagai contoh, apabila dalam versi MahabharataDuryodhana sering bertemu dan terlibat pertempuran melawan Bimasena, maka dalam pewayangan mereka hanya bertemu sekali, yaitu pada hari terakhir di mana Duryudana tewas di tangan Bima.
Dalam pihak Pandawa yang bertugas mengatur siasat peperangan adalah Kresna. Ia yang berhak memutuskan siapa yang harus maju, dan siapa yang harus mundur. sementara itu di pihak Korawa semuanya diatur oleh para penasihat Duryudana yaitu Bisma, Durna dan Salya.

Pembagian babak[sunting | sunting sumber]

Di bawah ini disajikan pembagian kisah Baratayuda menurut versi pewayangan Jawa.

Jalannya pertempuran[sunting | sunting sumber]

Karena kisah Baratayuda yang tersebar di Indonesia dipengaruhi oleh kisah sisipan yang tidak terdapat dalam kitab aslinya, mungkin banyak terdapat perbedaan sesuai dengan daerah masing-masing. Meskipun demikian, inti kisahnya sama.

Babak pertama[sunting | sunting sumber]

Dikisahkan, Bharatayuddha diawali dengan pengangkatan senapati agung atau pimpinan perang kedua belah pihak. Pihak Pandawa mengangkat Resi Seta sebagai pimpinan perang dengan pendamping di sayap kanan Arya Utara dan sayap kiri Arya Wratsangka. Ketiganya terkenal ketangguhannya dan berasal dari Kerajaan Wirata yang mendukung Pandawa. Pandawa menggunakan siasat perang Brajatikswa yang berarti senjata tajam. Sementara di pihak Kurawa mengangkat Bisma (Resi Bisma) sebagai pimpinan perang dengan pendamping Pendeta Drona dan prabu Salya, raja kerajaan Mandaraka yang mendukung Korawa. Bisma menggunakan siasat Wukirjaladri yang berarti "gunung samudra."
Balatentara Korawa menyerang laksana gelombang lautan yang menggulung-gulung, sedang pasukan Pandawa yang dipimpin Resi Seta menyerang dengan dahsyat seperti senjata yang menusuk langsung ke pusat kematian. Sementara itu Rukmarata, putra Prabu Salya datang ke Kurukshetra untuk menonton jalannya perang. Meski bukan anggota pasukan perang, dan berada di luar garis peperangan, ia telah melanggar aturan perang, dengan bermaksud membunuh Resi Seta, Pimpinan Perang Pandawa. Rukmarata memanah Resi Seta namun panahnya tidak melukai sasaran. Setelah melihat siapa yang memanahnya, yakni seorang pangeran muda yang berada di dalam kereta di luar garis pertempuran, Resi Seta kemudian mendesak pasukan lawan ke arah Rukmarata. Setelah kereta Rukmarata berada di tengah pertempuran, Resi Seta segera menghantam dengan gada (pemukul) Kyai Pecatnyawa, hingga hancur berkeping-keping. Rukmarata, putera mahkota Mandaraka tewas seketika.
Dalam peperangan tersebut Arya Utara gugur di tangan Prabu Salya sedangkan Arya Wratsangka tewas oleh Pendeta DronaBisma dengan bersenjatakan Aji Nagakruraya, Aji Dahana, busur Naracabala, Panah kyai Cundarawa, serta senjata Kyai Salukat berhadapan dengan Resi Seta yang bersenjata gada Kyai Lukitapati, pengantar kematian bagi yang mendekatinya. Pertarungan keduanya dikisahkan sangat seimbang dan seru, hingga akhirnya Bisma dapat menewaskan Resi Seta. Bharatayuddha babak pertama diakhiri dengan sukacita pihak Korawakarena kematian pimpinan perang Pandawa.

Babak Kedua[sunting | sunting sumber]

Setelah Resi Seta gugur, Pandawa kemudian mengangkat Drestadyumna (Trustajumena) sebagai pimpinan perangnya dalam perang Bharatayuddha. Sedangkan Bisma tetap menjadi pimpinan perang Korawa. Dalam babak ini kedua kubu berperang dengan siasat yang sama yaitu Garudanglayang (Garuda terbang).
Dalam pertempuran ini dua anggota Korawa, Wikataboma dan kembarannya, Bomawikata, terbunuh setelah kepala keduanya diadu oleh Bima. Sementara itu beberapa raja sekutu Korawa juga terbunuh dalam babak ini. Diantaranya Prabu Sumarma, raja Trigartapura tewas oleh Bima, Prabu Dirgantara terbunuh oleh Arya Satyaki, Prabu Dirgandana tewas di tangan Arya Sangasanga (anak Setyaki), Prabu Dirgasara dan Surasudirga tewas di tangan Gatotkaca, dan Prabu Malawapati, raja Malawa tewas terkena panah Hrudadali milik Arjuna.
Bisma setelah melihat komandan pasukannya berguguran kemudian maju ke medan pertempuran, mendesak maju menggempur lawan. Atas petunjuk Kresna, Pandawa kemudian mengirim Dewi Wara Srikandi untuk maju menghadapi Bisma. Dengan tampilnya prajurit wanita tersebut di medan pertempuran menghadapi Bisma. Bisma merasa bahwa tiba waktunya maut menjemputnya, sesuai dengan kutukan Dewi Amba yang tewas di tangan Bisma. Bisma gugur dengan perantaraan panah Hrudadali milik Arjuna yang dilepaskan oleh istrinya, Srikandi.

Perang Salib, Sejarah Kelam Kekristenan


Tentara Salib
Perang Salib, satu di antara dua hal yang paling sering dipakai untuk menyerang Gereja Katolik. Satu hal yang lain ada Inkuisisi. Sering penyerang mengutip fakta sejarah separuh-separuh, sedang mereka yang diserang tidak tahu fakta sejarah sama sekali. Mari kita kali ini melihat masalah Perang Salib secara umum.

Sebenarnya Perang Salib itu apa?

Perang Salib sering digambarkan sebagai usaha orang Kristen Eropa untuk menduduki tanah Islam, yaitu Timur Tengah. Orang Islam sendiri digambarkan sebagai pihak yang cinta damai. Ini adalah gambaran yang salah. Secara historis, sebagian daerah Timur Tengah adalah tanah Kristen. Meski propaganda Islam mengatakan bahwa agama Islam adalah agama damai, kenyataannya tidak demikian. Islam berkembang melalui peperangan. Pada saat kelahiran Islam pada abad ketujuh, Muhammad memimpin perang di Jazirah Arab. Pasukan Arab Islam menghadapi dua kerajaan besar dunia waktu itu yang saling berperang, Byzantium dan Persia. Byzantium didominasi oleh Kristen sedang Persia oleh Zoroaster. Kerajaan Persia berhasil ditaklukkan dan terserap ke dominasi Islam. Zoroaster sekarang tinggal dijalankan oleh sejumlah kecil keluarga. Sekarang tujuan invasi Islam tinggal satu yaitu Byzantium. Seluruh tentara Byzantium di Timur Tengah dikalahkan oleh tentara Arab Islam pada 636 dan Yerusalem jatuh pada tahun 638.
Invasi Islam
Pada abad kedelapan, bangsa Arab, sambil membawa Islam, telah menaklukkan seluruh Afrika Utara, yang sebelumnya didiami orang Kristen. Penduduk Afrika Utara, bangsa Berber, yang sebelumnya Kristen sekarang menjadi Islam. Bahkan tentara Berber Islam pada tahun 711 telah mendarat di daratan Spanyol atas nama Kekhalifahan Umayyad (Arab) dan menghancurkan pasukan Kristen Visigoth. Pada tahun 712 mereka telah mencapai jantung Semenanjung Iberia. Pada tahun 730, tentara Berber Islam (ditambah tentara Arab Islam yang datang belakangan) ini telah memasuki jantung Perancis. Mereka akhirnya dapat ditahan oleh Charles Martel di Pertempuran Tours (Poitiers) pada tahun 732.

Bataille de Poitires, oleh Charles de Steuben
Perhatikan Salib tegak berdiri
Kisah penaklukan dunia oleh bangsa Islam tidak berhenti di sana. Pada abad kedelapan, bangsa Islam telah menguasai Sisilia (bagian Italia sekarang) dan beberapa pulau Mediterania. Pada abad kesebelas, dunia Islam dipimpin oleh bangsa Turki (Kekhalifahan Ottoman), yang telah menaklukkan Asia Kecil (Republik Turki sekarang), yang juga merupakan daerah Kristen. Semua daerah Kristen ini (kecuali Spanyol dan Perancis) adalah wilayah Byzantium dulunya. Kerajaan Byzantium yang dulunya luas sekarang hanya tersisa sedikit. Bahkan Kerajaan Byzantium sekarang menghadapi masalah besar yaitu tentara Islam yang berkemah di luar ibukota Constantinople. Penguasa Constantinople meminta bantuan kepada kerajaan Eropa lainnya. Paus Urban II menjawab pada Konsili Clermont 1095 dengan meminta para ksatria Eropa untuk membantu Byzantium. Inilah yang menjadi Perang Salib. Perang salib bukanlah usaha Paus yang gila kuasa untuk menyerang kaum lemah lembut cinta damai. Perang Salib adalah usaha bangsa Kristen Eropa untuk bertahan dari gempuran Islam, yang dalam 400 tahun telah berhasil menguasai 2/3 tanah Kristen dan mengeringkan 3/5 Patriarchate (Alexandria, Antiokhia, Yerusalem).

Wilayah Kekhalifahan Ottoman,
pada saat kejayaannya
Tentara Salib sendiri sering digambarkan sebagai tentara yang haus kekayaan, ketenaran dan popularitas. Para pemimpin Tentara Salib katanya adalah anak bangsawan kedua atau ketiga, yang tidak memiliki tanah dan kuasa karena mereka bukan ahli waris. Tujuan mereka bergabung dengan Tentara Salib adalah demi mendapatkan gelar, kuasa, kekayaan dan tanah. Kenyataannya berbeda jauh. Pemimpin Tentara Salib adalah para raja suatu kerajaan atau putra mahkota. Tujuan mereka bersifat spiritual. Mereka bergabung dengan Tentara Salib sebagai tanda penitensi dan peziarahan. Gereja Katolik sendiri memberikan para Tentara Salib indulgensi peziarah. Banyak di antara mereka rela menggadaikan tanah milik mereka demi membiayai pengadaan pasukan dan artileri yang tidak sedikit. Banyak di antara mereka akhirnya pulang dalam keadaan miskin.

Tujuan Perang Salib ada dua. Pertama membantu Gereja Timur menangkal serangan Islam, sebagaimana yang mereka minta. Kedua, menguasai Yerusalem lagi yang telah ditaklukkan oleh Islam sehingga orang Kristen dapat berziarah dengan aman. Ketika berada di bawah kekuasaan tentara Arab Islam, bangsa Kristen tetap diberi kebebasan menjalankan ziarah ke Yerusalem (kecuali saat kekuasaan Kalifah Hakim si Gila, yang menghancurkan gereja dan menganiaya orang Yahudi dan Kristen). Hal ini berbeda saat dunia Islam dipimpin oleh bangsa Turki (Kekhalifahan Ottoman). Mereka menutup kota Yerusalem. Orang Kristen dilarang berziarah. Tentara Salib tidak pernah berniat menduduki Jazirah Arab, rumah kelahiran Islam. Ini menandakan bahwa Perang Salib murni bersifat bertahan.
St. Bernard de Clairvaux, Preaching for Crusade,
pelukis tidak diketahui
Perang Salib adalah perang. Ini berarti pasti ada pembunuhan dan aneka tindakan brutal lainnya. Meski bukan tujuan utama, Tentara Salib tidak menolak jarahan tetapi penjarahan adalah suatu tindakan lazim dalam perang meski sampai kini. Perang Salib juga tidak ditujukan untuk menyerang kaum Yahudi meski pada kenyataannya beberapa daerah Yahudi diserang. Atas kejadian, ini Paus, para uskup dan pengkhotbah (mis. St. Bernard) jelas-jelas mengutuknya. Korban di pihak Yahudi dapat dianggap sebagai “collateral damage” yang pasti terjadi di setiap perang.

Episode Perang Salib
Setelah membersihkan benak dari berbagai mitos tidak benar akan Perang Salib, mari kita sekarang melihat episode Perang Salib itu sendiri.

Perang Salib Pertama
Pada 1071, tentara Byzantium berhasil dikalahkan oleh tentara Turki Islam di Manzikert, dekar Armenia. Ini bearti seluruh wilayah Byzantium di Asia Kecil terbuka tanpa pertahanan. Dengan cepat tentara Turki Islam ini berkemah di Nicea, dekat Constantinople, ibukota Byzantium. Kaisar Byzantium, Alexius Comnenus, memohon bantuan kepada Paus. Sialnya Paus saat itu, Gregorius VII, meski sempat berpikiran untuk memimpin langsung bala bantuan ke Byzantium, sedang ribut dengan Kaisar Romawi Suci, Henry IV, dan invasi Normandia oleh Robert Guiscard.

Kota Manzikert terletak di atas kanan
yang ada tulisan 1071
Permohonan putus asa Byzantium ini baru mendapatkan perhatian yang memadai oleh Paus berikutnya, Paus Urban II. Pada musim semi 1095, paus mengizinkan utusan Byzantium untuk menyampaikan permohonan mereka di Konsili Piacenza. Paus Urban II memberi hukuman bagi bangsawan yang enggan membantu. Kemudian Paus, pada 27 November 1095, memberikan khotbah pada Konsili Clermont.  Reaksi para pendengar sungguh mengagetkan.
Paus Urbanus II dalam Konsili Clermont
Berkotbah dan terdengar teriakan "Deus Vult!", "Allah menghendaki"

Pidato
Pada tahun 1095 sebuah pertemuan akbar dilangsungkan di Clermont, Prancis. Dengan pidato yang berapi-api Paus Urbanus II membakar emosi umat Kristen :

"Hai orang-orang Franka, hai orang-orang di luar pegunungan ini, hai orang-orang yang dicintai Tuhan, yang jelas dari perilaku kalian, yang membedakan diri dari bangsa-bangsa lain di muka bumi ini, karena iman kalian, karena pengabdian kalian pada gereja suci; inilah pesan dan himbauan khusus untuk kalian: 

Kabar buruk telah tiba dari Yerussalem dan Konstantinopel, bahwa sebuah bangsa asing yang terkutuk dan menjadi musuh Tuhan, yang tidak lurus hatinya, dan yang jiwanya tidak setia pada Tuhan, telah menyerbu tanah orang-orang Kristen dan membumihanguskan mereka dengan pedang dan api secara paksa.


Tidak sedikit orang-orang Kristen yang mereka tawan untuk dijadikan budak, sementara sisanya dibunuh. Gereja-gereja, kalau tidak mereka hancurkan, mereka jadikan masjid. Altar-altar diporak-porandakan. Orang-orang Kristen mereka sunat, dan darahnya mereka tuangkan pada altar atau tempat-tempat pembaptisan. Beberapa mereka bunuh secara keji, yakni dengan membelah perut dan mengeluarkan ususnya. Mereka tendang orang-orang Kristen, dan mereka dipaksa berjalan sampai keletihan, hingga terjerembab di atas tanah. Beberapa dipergunakan sebagai sasaran panah. Ada yang mereka betot lehernya, untuk dicoba apakah bisa mereka penggal dengan sekali tebas. Lebih mengerikan lagi perlakuan mereka terhadap perempuan.


Kewajiban siapa lagi kalau bukan kalian, yang harus membalas dan merebut kembali daerah-daerah itu? Ingatlah, Tuhan telah memberi kalian banyak kelebihan dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain: semangat juang, keberanian, keperkasaan dan ketidakgentaran menghadapi siapapun yang hendak melawan kalian. Ingatlah pada keberanian nenek moyang kalian, pada kekaisaran Karel Agung dan Louis, anaknya serta raja-raja lainnya yang telah membasmi Turki dan menegakkan agama Kristen di tanah mereka. Kalian harus tergerak oleh makam kudus Tuhan Yesus Sang Juru Selamat kita, yang kini ada di tangan orang-orang najis; kalian harus bangkit berjuang, karena kalian telah tahu, banyak tempat-tempat suci yang telah dikotori, diperlakukan secara tidak senonoh oleh mereka.


Hai para ksatria pemberani, keturunan nenek moyang yang tak tertaklukkan, janganlah lebih lemah daripada mereka, tetapi ingatlah pada ketidakgentaran mereka. Jika kalian ragu-ragu karena cinta kalian kepada anak-anak, isteri, dan kerabat kalian, ingatlah pada apa yang Tuhan katakan dalam Injil: “Ia yang mengasihi ayah dan ibunya lebih daripada Aku, tidak pantas bagi-Ku”…Jangan biarkan apa yang menjadi kepunyaan kalian menghambat kalian. Kalian tak perlu khawatir dengan apa yang menjadi kepunyaan kalian. Negeri kalian telah padat penduduknya, dan dari semua sisi tertutup laut dan pegunungan. Tak banyak kekayaan di sini, dan tanahnya jarang membuahkan hasil pangan yang cukup buat kalian. Itulah sebabnya sering bertikai sendiri. Hentikan kesalingbencian dan pertengkaran kalian, hentikan peperangan antar sesama kalian. Bergegaslah menuju Makam Kudus, rebutlah kembali negeri itu dari orang-orang jahat, dan jadikan miliki kalian. Negeri itu, seperti dikatakan di dalam Alkitab, berlimpah susu dan madu, Allah memberikannya kepada anak-anak Bani Israil. Yerussalem, negeri terbaik, lebih subur daripada lainnya, seolah-olah surga kedua. Inilah tempat Juru Selamat kita dilahirkan, diperintah dengan kehidupan-Nya, dan dikuduskan dengan penderitaan-Nya. Bergegaslah, dan kalian akan memperoleh penebusan dosa, serta pahala di Kerajaan Surga."

Serendak seluruh peserta Konsili merespon positif. Mereka mengambil salib merah sebagai lambang tentara. Dalam beberapa jam, seluruh kain berwarna merah lenyap dari kota karena dipotong menjadi lambang salib dan dijahit ke pakaian para kesatria. Petani pun merespon seruan ini. Ribuan petani dan kesatria tak berpengalaman berjalan kaki dari Eropa ke Timur Tengah dan memasuki daerah musuh tanpa garis komando yang jelas, tanpa pemimpin tunggal, tanpa logistik, tanpa taktik yang rinci. Mereka hanya ingin menolong Gereja Timur dan membebaskan Yerusalem. Alhasil, dengan mudahnya mereka dikalahkan. Tentara yang dibangun atas spontanitas ini disebut Tentara Salib Petani (Peasant Crusade) atau Tentara Salib Rakyat (Peoples’ Crusade). Karena tidak memiliki pemimpin, Tentara Salib ini bergerak tidak terpimpin. Beberapa kelompok, sedihnya, menyerang kaum Yahudi.

Para baron Frankis menghimpun kekuatan dan memimpin Tentara Salib dengan lebih persiapan yang lebih baik pada tahun 1096. Saat ini tidak ada raja yang ikut. Tentara Salib kali ini dipimpin oleh Bohemond of Taranto, Raymond of Tolouse, Hugh of Vermandois, Godfrey of Bouillon, Balwin of Bologne, Robert of Flanders, dan Robert of Normandy. Paus Urban II juga mengirimkan utusannya, Uskup Le Puy, Mgr. Adhemar, yang akan berperan menjada keharmonisan para pemimpin ini.

Tentara ini mencapai Constantinople pada April 1907. Pada Juni 1097 mereka berhasil mengembalikan Nicea (kota dekat Constantinople) ke tangan orang Kristen. Pada tanggal 1 Juli 1907, Tentara Salib menyerang Dorylaeum. Pada Oktober 1907, Tentara Salib mencapai Antiokhia  dan mengepungnya. Pada tahun 1908 Antiokhia dibebaskan. Meski sempat dikempung balik, Tentara Salib berhasil menghalau tentara Turki Islam pada tanggal 28 Juni 1098. Para pemimpin  setuju untuk beristirahat hingga tanggal 1 November 1098. Pada bulan Agustus, Uskup Adhmar meninggal tanpa meninggalkan pengganti. Sekarang para pemimpin kehilangan pemersatu. Bohemond enggan berangkat dan ingin menguasai Antiokhia sendirian. Raymond of Tolouse tetap ingin menyerang Yerusalem. Para tentara mendung Raymond bahkan mengancam akan merubuhkan tembok kota bila mereka diperintah untuk tinggal di Antiokhia.

Pada tanggal 13 Januari 1099, Raymond memimpin Tentara Salib menuju Yerusalem. Pada tanggal 7 Juni, Tentara Salib berhasil melihat Yerusalem dari Mountjoy, tempat para peziarah menatap Yerusalem pertama kali dalam peziarahan mereka. Saat ini ditandai dengan air mata haru dan ucapan syukur sambil berlutut oleh para tentara kepada Tuhan karena telah menyertai peziarahan mereka.

Pengepungan Yerusalem lebih sulit daripada Antiokhia. Di tengah keputus-asaan, seseorang dari tentara mengatakan bahwa ia mendapat mimpi dari Uskup Adhemar yang meminta mereka mengitari tembok Yerusalem di siang hari terik dengan telanjang kaki, berpuasa dan memohon kepada Tuhan. Para tentara mendapatkan semangat mereka lagi dan benar-benar melakukan permintaan Uskup Adhemar. Pada tanggal 15 Juni 1099, Tentara Salib mulai menyerang kota Yerusalem lagi. Godfrey of Bouillon bahkan melakukannya sambil memanggul salib. Tentara Godfrey berhasil masuk dan membuka Gerbang St. Stefanus. Tetapi Yerusalem baru jatuh setelah tentara Raymond ikut masuk ke Yerusalem. 
Mungkin gambar ini lebih cocok
 untuk Tentara Salib yang berziarah
Pada Juli 1099, Yerusalem berhasil dibebaskan. Terjadi Penjarahan dan pembunuhan orang tidak berdosa (The Sack of Jerusalem). Baik Raymond maupun Godfrey tidak terlibat dan tidak menyetujui tindakan ini. Banyak pihak menyalahkan Tentara Salib akan Penjarahan Yerusalem ini, bahkan menambahkan pembantaian menyebabkan banjir darah hingga setinggi mata kaki. Pembantaian dan penjarahan kota taklukan adalah sesuatu yang biasa pada perang terutama perang zaman dahulu. Meski ini terlihat brutal dari kacamata modern, ini adalah sesuatu yang lazim bagi Abad Pertengahan. Mengenai darah setinggi mata kaki, hal itu jelas tidak mungkin. Dengan luas kota Yerusalem, dibutuhkan banyak sekali korban untuk bisa menggenangi seluruh kota dengan darah hingga setinggi mata kaki. Jumlah penduduk di sekitar Yerusalem saat itu pun tidak akan mencukupi.

Kerajaan Salib di Timur Tengah didirikan. Raymond dan Godfrey menolak mahkota Yerusalem dengan alasan mereka tidak mau mengenakan mahkota emas sementara Tuhan Yesus mengenakan mahkota duri. Godfrey setuju untuk menjaga Yerusalem. Dia menggunakan gelar “Pembela Makam Suci” (Defender of the Holy Sepulcher). Kebanyakan dari tentara berziarah ke Makam Suci, menuntaskan sumpah mereka dan kembali ke Eropa. Sebenarnya istilah “perang salib” adalah istilah modern. Orang yang terlibat dalam “perang salib” itu sendiri menggunakan istilah “ziarah”.

Tentara Salib berhasil membangun Kerajaan Salib, yang dibagi menjadi empat wilayah County of Edessa, Principality of Antiochia, County of Tripoly, dan Kingdom of Jerusalem. Untuk menjamin keamanan Yerusalem, ordo militer Kesatria St John (Knight of St. John, atau Hospitaller) didirikan. Sayangnya kejayaan ini tidak bertahan lama.
Kingdom of Crusade

Perang Salib Kedua
Pada 24 Desember 1144, County of Edessa jatuh ke tangan Turki dan Kurdi, yang dipimpin oleh Zengi. Bangsa Eropa merasa perlunya Perang Salib baru. Raja Perancis, Louis VII of France dan Raja Jerman, Conrad III, memimpin Perang Salib Kedua yang gagal ini. Parahnya lagi, Tentara Salib menyerang Damaskus, kota yang awalnya merupakan sekutu Tentara Salib. Kegagalan yang kontras dengan Perang Salib Pertama ini membuat bangsa Eropa merasa diri dihukum Tuhan. Akibatnya, banyak gerakan awam bangkit memperbaiki kehidupan religius masyarakat Eropa saat itu. Kaum awam pun ikut berperan dengan puasa dan doa. Namun Tuhan berkata lain. Di pihak Islam bangkit Saladin, pemimpin hebat dari suku Kurdi, yang berhasil mempersatukan dunia Islam melawan kerajaan Kristen Eropa yang terpecah-pecah. Pada 1187, sultan yang gemar menyerukan jihad terhadap orang Kristen ini menang mutlak di Pertempuran Hattin. Sejak saat itu, satu per satu kota Kerajaan Salib jatuh ke tangan tentara Islam, termasuk Yerusalem pada tanggal 2 Oktober 1187. Kejadian inilah yang diangkat ke layar lebar dalam “Kingdom of Heaven”. Hanya tersisa beberapa pelabuhan yang dikuasai Tentara Salib. Relik Salib Suci diambil oleh tentara Islam.

Kekalahan Tentara Salib
pada Pertempuran Hattin

Perang Salib Ketiga
Kekalahan tragis ini memancing Perang Salib Ketiga, yang dipimpin oleh Kaisar Jerman Frederik I Barbarossa, Raja Perancis Philip II Agustus, dan Raja Inggris Richard I Lionheart.  Kaisar Barbarossa tenggelam saat berusaha menyembragi sungai dengan kuda lengkap dengan baju zirahnya. Tentara Jerman pulang. Raja Phillip II juga pulang setelah berhasil mengalahkan kota Acre. Perang Salib Ketiga sekarang menjadi tanggung jawab penuh Raja Richard. 
Ilustrasi yang menggambarkan
tenggelamnya Barbarossa
Raja Richard I Lionheart adalah petarung unggul, ahli taktik yang berpengalaman dan pemimpin yang hebat, bahkan dihormati oleh Sultan Saladin. Sebenarnya kedua pemimpin ini saling menghormati dan saling mengakui. Raja Richard berhasil mengusai seluruh pantai Timur Tengah, tetapi tidak berhasil menguasai Yerusalem. Richard kemudian mengadakan gencatan senjata dengan Saladin dan kembali ke Eropa. Saladin berjanji akan mengizinkan peziarah memasuki Yerusalem selama mereka tidak bersenjata. 

Perang Salib Keempat (1201-1204)
Perang Salib Keempat, meski lebih dipersiapkan dan lebih heboh, tetap gagal bahkan berakibat pahit, yaitu penjarahan Constantinople. 
Tentara Salib menjarah Constantinople
Perang Salib IV dimulai pada tahun 1201, saat Count Tibald of Champagne mengusulkan hal ini kepada Paus Innocent III, yang menyetujui rencana ini. Setahun kemudian, diputuskan bahwa tujuan Perang Salib IV ini adalah Mesir. Satu-satunya cara mencapai Mesir adalah melalui laut. Venesia bersedia menyediakan 4.500 kesatria, 9.000 squire dan sergeant, 20.000 infantri, dan 20.000 kuda, dengan imbalan 85.000 silver mark dan 50% jarahan. Masalahnya Count Tibald meninggal. Tampuk kepemimpinan dilanjutkan oleh Boniface de Monferrate. Boniface dipilih karena ia merupakan paman Putri Maria of Jerusalem. Hubungan ini menjamin Tentara Salib IV akan diterima oleh penguasa Kerajaan Salib (Crusade Kingdom) di Tanah Suci.

Boniface sendiri merupakan teman Pangeran Philip of Swabia. Istri Philip adalah Putri Irene Angelica of Byzantium. Saat itu, terjadi kudeta di Kekaisaran Byzantium. Kaisar Isaac Angelus dikudeta oleh saudaranya Alexius III, dibuat menjadi buta dan ditahan dalam penjara bawah tanah (dungeon). Irene meminta Boniface untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan ayahnya, Isaac Angelus, dan saudaranya, Alexius. Ternyata Alexius berhasil melarikan diri dan sampai kepada Boniface. Alexius meminta bantuan Boniface untuk merebut kembali kekaisarannya. Boniface setuju.

Latar belakang yang cukup penting lagi adalah sikap Venesia. Mesir, bagi Venesia, adalah pasar yang bergairah. Mereka tidak ingin Mesir dihancurkan. Pada April 1202, hanya 2 bulan sebelum Tentara Salib IV dikirim, Venesia berhasil membuat kesepakatan dengan Sultan Mesir, al-Adil, bahwa Tentara Salib IV tidak akan sampai di Mesir.

Pada Juni 1202, Tentara Salib telah berkumpul, siap diberangkatkan. Venesia menuntut sisa bayaran 35.000 silver mark mereka. Doge Enrico Dandolo of Venice berunding dengan Boniface. Enrico membenci orang Yunani, bukan saja karena mereka adalah saingan dagang Venesia, melainkan karena ia memiliki dendam pribadi. Enrico selama muda pernah terlibat perkelahian di Constantinople yang menyebabkan dia hampir buta total. Enrico akhirnya setuju memberangkatkan Tentara Salib IV. Enrico memiliki rencananya sendiri. September 1202 merupakan saat di mana Tentara Salib IV merebut Zara dari raja Hungaria. Kota Zara dulunya adalah milik Venesia, kemudian direbut oleh Hungaria, dan sekarang Enrico mengingikannya kembali. Meski enggan, Tentara Salib IV terpaksa menuruti permintaan pengangkut mereka. Tentara Salib IV, dari Gereja Katolik akhirnya menyerang wilayah Hungaria, sesama anggota Gereja Katolik. Paus Innocent III segera meng-ekskomunikasi Tentara Salib IV tetapi setelah mengetahui bahwa mereka dipaksa oleh Venesia, ekskomunikasi dicabut.

Saat di Zara, Pangeran Alexius of Byzantium, menjanjikan bila Tentara Salib IV membantunya merebut kembali kekaisarannya, dia akan melunaskan utang Tentara Salib IV kepada Venesia, memasok Tentara Salin IV dengan 10,000 prajurit Byzantium, menyediakan 500 pasukan berzirah untuk membantu mempertahankan Mesir bila berhasil direbut, dan menjanjikan Gereja di Constantinople mengakui keutamaan Roma. Perjanjian yang sangat menguntungkan, terutama bagi Venesia yang kini bersedia mengangkut Tentara Salib IV dari Zara pada April 1203.

Juni 1203, kapal Venesia berhasil melewati “pertahanan rantai” Constantinople. Kaisar Alexius III melarikan diri. Isaac Angelus dibebaskan, dan Pangeran Alexius dimahkotai sebagai Kaisar Alexius IV pada 1 Agustus 1203. Masalah segera muncul karena Alexius III telah mengosongkan perbendaharaan Kekaisaran sebelum kabur dan Gereja di Constantinople menolak mengakui keutamaan Paus. Bingung, Kaisar Alexius IV merampok Gereja Orthodox, meski tetap tidak bisa memenuhi janjinya. Beberapa kelompok Tentara Salib berkeliaran selama Kaisar belum mampu mengumpulkan uang. Sebuah masjid di Constantinople dibakar oleh tentara Prancis. Kebakaran yang terjadi melebar dan menghanguskan seluruh seksi kota di mana masjid itu ada.

Januari 1204, kemenakan Alexius III, Alexius Marzuphlus, ingin melakukan kudeta. Dia menghasut massa Constantinople mengadakan kerusuhan. Massa mengangkat Nicolas Cannabus sebagai Kaisar baru. Marzuphlus memimpin sejumlah tentara menuju istana, memenjara Cannabus, membunuh Alexius IV dengan mencekiknya dengan senar busur, dan memukul Isaac Angelus hingga meninggal beberapa hari kemudian. Kehilangan penjamin mereka, Tentara Salib IV menyerang Constantinople pada 6 April 1204 dan berhasil berkat mesin pengepung Venesia dan kebakaran dalam Constantinople yang nampaknya dilakukan oleh mata-mata Venesia. Melihat kemengangan di depan mata, Tentara Salib IV memilih Kaisar baru untuk Constantinople yang berasal dari mereka. Venesia setuju dengan syarat bila Kaisar adalah orang Frankish, Patriarch yang baru harus orang Venesia. Semua setuju. Kemudian mereka melangkah ke kesepakatan pembagian jarahan. Istana, dan 25% kota Constantinople dan tanah Byzantium menjadi miliki Kaisar baru. Sisa 75% tanah akan dibagi rata di antara Tentara Salib IV dan Venesia. Tujuan Mesir terlupakan, sesuai dengan tujuan awal Venesia.

The Entry of Crusaders into Constantinople, oleh Delacroix
Enrico melangkah lebih jauh. Setelah berhasil memasuki Istana Byzantium, Enrico membalas dendam pribadinya dengan mengumumkan bahwa para prajurit diizinkan menjarah kota selama tiga hari. Setelah 3 hari, prajurit ditertibkan lagi dan diharuskan membawa jarahan ke tiga tempat di kota. Seorang prajurit Prancis yang menyembunyikan jarahan akhirnya digantung. Sekarang pembagian jarahan. Setelah Venesia menerima pembayaran yang dijanjikan Alexius IV, sisa jarahan dibagi rata antara Tentara Salib IV dengan Venesia. Venesia menerima 400.000 mark, sesuatu yang sangat luar biasa. Kemudian pembagian tanah. Boniface mendapatkan tanah yang cukup luas temasuk Kreta, yang kemudian dibeli oleh Venesia.

Pada tanggal 16 Mei 1204, Count Baldwin of Flanders dimahkotai menjadi Kaisar Latin Byzantium. Seluruh Tentara Salib IV di-ekskomunikasi oleh Paus Innocent III. Mesir telah dilupakan. Venesia mendapatkan keuntungan melebihi perkiraan mereka.

Perang Salib Kelima (1217-1221)
Paus Innocent III berniat membentuk Tentara Salib kelima tetapi meninggal sebelum menyelesaikannya (1217). Perang Salib kelima ini ditujukan ke Mesir tetapi gagal juga.

Perang Salib Keenam dan Ketujuh
Raja Perancis, St. Louis IX memimpin dua Perang salib dalam hidupnya. Yang pertama berhasil menguasai Damietta di Mesir, namun tentara Islam berhasil merebutnya kembali. Usaha kedua dihabiskan oleh St. Louis IX terutama untuk memperkuat pertahanan tanpa berhasil menguasai Yerusalem. Pada 1290, beliau berusaha menyerang Tunis namun meninggal dalam perjalanan karena sakit dan usia tua. Pada tahun 1291, tentara Islam berhasil mengusir Tentara Salib, Kerajaan salib lenyap dari peta. 
St. Louis IX

Mengapa Perang Salib gagal?
Pada zaman Perang Salib, tentara Islam tumbuh menjadi kekuasaan adidaya dunia. Mereka mengusai perdagangan dan ilmu pengetahuan. Salah satu hal penting lainnya adalah tentara Islam lebih bersatu dibandingkan kerajaan Eropa.

Sementara pihak lain menuding kelemahan iman bangsa Kristen Eropa, saya ingin melihat dari sudut yang lebih duniawi. Tentara Salib berasal dari Eropa, menempuh perjalanan jauh hingga ke Timur Tengah. Saat itu, transportasi tidak sebagus sekarang. Korban jatuh dengan cepat selama perjalanan, entah karena kelelahan atau kecapaian. Medan pertempuran juga berbeda. Medan Eropa berupa hutan di mana kuda adalah suatu keuntungan sementara di Timur Tengah, medan perang berupa padang pasir panas di mana unta adalah keuntungan. Belum lagi peristiwa bodoh tenggelamnya Kaisar Barbarossa. Ini menandakan Tentara Salib tidak menguasai medan dengan baik. Sistem logistik belum berkembang. Tentara Salib bertempur dengan baju zirah yang cocok di udara sejuk Eropa tetapi baju perang tentara Islam yang simpel terbukti lebih cocok untuk udara gurun. Sering terjadi perdebatan kekuasaan antara pemimpin Tentara Salib yang baru datang dengan penguasa Kerajaan Salib yang sudah ada duluan. Ini disebabkan karena kerajaan Kristen Eropa bukan suatu kerajaan tunggal sehingga persaingan kuasa terjadi. Belum lagi, kudeta dan perang yang terjadi di daerah asal sementara sang raja berperang di Timur Tengah. Semua hal ini menyebabkan kekalahan Tentara Salib.

Perkembangan Lanjut
Pada tahun 1480, Sultan Mehmet II menguasai Otranto dan berniat menguasai Roma. Sultan ini meninggal tiba-tiba dan rencananya pun ikut meninggal bersama dengannya. Pada 1529, Sultan Sulaiman The Magnificent mengepung Wina tetapi gagal merebutnya karena tidak membawa artileri yang memadai lantaran hujan lebat.

Sultan Mehmet II
Sementara itu Renaissance merebak di Eropa. Sekarang Eropa berkembang pesat, kekuatan ekonomi tentara Islam berhasil diimbangi. Ancaman invasi Islam ditundukkan di Pertempuran Lepanto tahun 1571. Sejak saat itu, tidak ada lagi usaha signifikan dari  Islam untuk menduduki Eropa. Saya akan menulis artikel terpisah mengenai Pertempuran Lepanto. Di Eropa sendiri terjadi perubahan. Reformasi Protestan terjadi. Mereka menyangkal keutamaan Paus dan doktrin indulgensi. Ini menyebabkan mimpi Perang salib terkubur dan tak pernah dipikirkan lagi.

Istilah Perang Salib sendiri sering dipakai untuk hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan Timur Tengah. Contohnya Reconquista Spanyol sering disebut Perang Salib. Inkuisisi Abad Pertengahan terhadap kaum Cathar juga disebut Perang Salib. Perlawanan terhadap ajaran Jan Hus sekitar 1415 juga sering disebut Perang Salib. Ada pula Perang Salib yang berhubungan dengan Timur Tengah tetapi tidak termasuk dalam ketujuh rangkaian di atas misalnya Perang Salib Alexandria 1365, Perang Salib Nikopolis 1396 dan Perang Salib Varna 1444.

Sekarang mengapa kaum Islam jengkel bila Perang Salib disinggung-singggung? Bukannya mereka yang menang? Sebenarnya orang Islam bergembira akan kemenangan mereka hingga abad ke-19, saat kolonialisme Eropa. Pada sejarawan saat itu mendengung-dengungkan Perang Salib sebagai kolonialisme Eropa pertama. Karena kolonialisme dibenci dan menimbulkan sakit hati, Perang Salib pun dibenci dan menimbulkan sakit hati. Yang tidak dimengerti adalah Perang Salib adalah usaha bertahan bangsa Eropa Kristen dari ancaman orang Muslim yang merebut wilayah mereka, seperti yang dijelaskan di atas. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan kolonialisme. Juga tidak perlu terburu-buru meminta maaf kepada orang Islam mengenai Perang Salib. Toh mereka juga yang cari gara-gara duluan. Orang yang meminta maaf perlu mengerti akan hal apa yang dia mintai maaf. Perang Salib bukanlah kesalahan bangsa Kristen Eropa. Tidak perlu kita sekarang meminta para leluhur Kristen Eropa dikutuk. Perang Salib adalah bagian dari persaingan antara dua agama besar yaitu Kristen dan Islam. Persiangan ini telah bermula sejak abad ketujuh hingga sekarang. Perang Salib hanyalah letupan dari sesuatu yang mendidih di bawah permukaan. Meminta maaf atas Perang Salib memang suatu langkah yang mungkin dapat dipuji tetapi tidak akan dihargai oleh orang Islam. Lebih baik bila fakta sejarah mengenai Perang Salib tidak dilihat dalam kerangka benar-salah melainkan sebagai suatu fakta sejarah yang telah terjadi.

Kesimpulan
Perang Salib adalah usaha bangsa Kristen Eropa untuk membebaskan Timur Tengah dari cengkraman Islam. Para Tentara Salib adalah orang-orang saleh yang rela menanggung derita perang demi tujuan mulia. Meski kenyataannya Perang Salib tidak sukses besar, ini tidak bearti Tuhan meninggalkan Gereja Katolik. Tuhan dapat membawa kebaikan dari sesuatu yang nampaknya tidak baik. Perang Salib bukanlah kesalahan sejarah. Perang Salib adalah peristiwa Abad Pertengahan sehingga analisis mengenainya harus menggunakan kacamata Abad Pertengahan, bukan kacamata zaman modern. Perang Salib memang harus terjadi. Deus Vult.