Penjelasan tradisional menyatakan bahwa kata
Viṣṇu berasal dari
Bahasa Sanskerta, akar katanya
viś, (yang berarti "menempati", "memasuki", juga berarti "mengisi" — menurut
Regweda), dan mendapat akhiran
nu. Kata Wisnu kira-kira diartikan: "Sesuatu yang menempati segalanya". Pengamat
Weda,
Yaska, dalam kitab
Nirukta, mendefinisikan Wisnu sebagai
vishnu vishateh ("sesuatu yang memasuki segalanya"), dan
yad vishito bhavati tad vishnurbhavati (yang mana sesuatu yang tidak terikat dari belenggu itu adalah Wisnu).
Adi Shankara dalam pendapatnya tentang
Wisnu Sahasranama, mengambil kesimpulan dari akar kata tersebut, dan mengartikannya: "yang hadir dimana pun" ("sebagaimana Ia menempati segalanya,
vevesti, maka Ia disebut Visnu"). Adi Shankara menyatakan: "kekuatan dari Yang Mahakuasa telah memasuki seluruh alam semesta." Akar kata
Viś berarti 'masuk ke dalam.'
Mengenai akhiran –
nu,
Manfred Mayrhofer berpendapat bahwa bunyinya mirip dengan kata
jiṣṇu' ("kejayaan"). Mayrhofer juga berpendapat kata tersebut merujuk pada sebuah kata Indo-Iranian *višnu
, dan kini telah digantikan dengan kata rašnu
dalam kepercayaan Zoroaster di Iran.
Akar kata viś juga dihubungkan dengan viśva ("segala"). Pendapat berbeda-beda mengenai penggalan suku kata "Wisnu" misalnya: vi-ṣṇu ("mematahkan punggung"), vi-ṣ-ṇu("memandang ke segala penjuru") dan viṣ-ṇu ("aktif"). Penggalan suku kata dan arti yang berbeda-beda terjadi karena kata Wisnu dianggap tidak memiliki suku kata yang konsisten.

Lukisan Wisnu melakukan
Triwikrawasaat menjelma sebagai
Wamana. Lukisan ini berasal dari
Nepal, dibuat sekitar abad ke-19.
Susastra Hindu banyak menyebut-nyebut nama Wisnu di antara dewa-dewi lainnya. Dalam kitab
Weda, Dewa Wisnu muncul sebanyak 93 kali. Ia sering muncul bersama dengan
Indra, yang membantunya membunuh
Wretra, dan bersamanya ia meminum
Soma. Hubungannya yang dekat dengan Indra membuatnya disebut sebagai saudara. Dalam
Weda, Wisnu muncul tidak sebagai salah satu dari delapan
Aditya, namun sebagai pemimpin mereka. Karena mampu melangkah di tiga alam, maka Wisnu dikenal sebagai
Tri-wikrama atau
Uru-krama untuk langkahnya yang lebar. Langkah pertamanya di bumi, langkah keduanya di langit, dan langkah ketiganya di dunia yang tidak bisa dilihat oleh manusia, yaitu di
surga.
Dalam kitab
Purana, Wisnu sering muncul dan menjelma sebagai seorang
Awatara, seperti misalnya
Rama dan
Kresna, yang muncul dalam
Itihasa (
wiracarita Hindu). Dalam penitisannya tersebut, Wisnu berperan sebagai manusia unggul.
Dalam kitab
Bhagawadgita, Wisnu menjabarkan ajaran agama dengan mengambil sosok sebagai Sri
Kresna, kusir kereta
Arjuna, menjelang
perang di Kurukshetra berlangsung. Pada saat itu pula Sri Kresna menampakkan wujud rohaninya sebagai Wisnu, kemudian ia menampakkan wujud semestanya kepada
Arjuna.
Dalam
Purana, dan selayaknya penggambaran umum, Dewa Wisnu dilukiskan sebagai dewa yang berkulit hitam-kebiruan atau biru gelap; berlengan empat, masing-masing memegang:
gada,
lotus,
sangkala, dan
chakra. Yang paling identik dengan Wisnu adalah senjata cakra dan kulitnya yang berwarna biru gelap. Dalam filsafat
Waisnawa, Wisnu disebutkan memiliki wujud yang berbeda-beda atau memiliki aspek-aspek tertentu.
Dalam filsafat Waisnawa, Wisnu memiliki enam sifat ketuhanan:
- Jñāna: mengetahui segala sesuatu yang terjadi di alam semesta
- Aishvarya: maha kuasa, tak ada yang dapat mengaturnya
- Shakti: memiliki kekuatan untuk membuat yang tak mungkin menjadi mungkin
- Bala: maha kuat, mampu menopang segalanya tanpa merasa lelah
- Virya: kekuatan rohani sebagai roh suci dalam semua makhluk
- Tèjas: memberi cahaya spiritualnya kepada semua makhluk
Beberapa sarjana Waisnawa meyakini bahwa masih banyak kekuatan Wisnu yang lain dan jumlahnya tak terhitung, namun yang paling penting untuk diketahui hanyalah enam.
Dalam
Purana, Wisnu disebutkan bersifat gaib dan berada dimana-mana. Untuk memudahkan penghayatan terhadapnya, maka simbol-simbol dan atribut tertentu dipilih sesuai dengan karakternya, dan diwujudkan dalam bentuk lukisan, pahatan, dan arca. Dewa Wisnu digambarkan sebagai berikut:
- Seorang pria yang berlengan empat. Berlengan empat melambangkan segala kekuasaanya dan segala kekuatannya untuk mengisi seluruh alam semesta.
- Kulitnya berwarna biru gelap, atau seperti warna langit. Warna biru melambangkan kekuatan yang tiada batas, seperti warna biru pada langit abadi atau lautan abadi tanpa batas.
- Di dadanya terdapat simbol kaki Resi Brigu.
- Juga terdapat simbol srivatsa di dadanya, simbol Dewi Laksmi, pasangannya.
- Pada lehernya, terdapat permata Kaustubha dan kalung dari rangkaian bunga
- Memakai mahkota, melambangkan kuasa seorang pemimpin
- Memakai sepasang giwang, melambangkan dua hal yang selalu bertentangan dalam penciptaan, seperti: kebijakan dan kebodohan, kesedihan dan kebahagiaan, kenikmatan dan kesakitan.
- Beristirahat dengan ranjang Ananta Sesa, ular suci.
Wisnu sering dilukiskan memegang empat benda yang selalu melekat dengannya, yakni:
- Terompet kulit kerang atau Shankhya, bernama "Panchajanya", dipegang oleh tangan kiri atas, simbol kreativitas. Panchajanya melambangkan lima elemen penyusun alam semesta dalam agama Hindu, yakni: air, tanah, api, udara, dan ether.
- Cakram, senjata berputar dengan gerigi tajam, bernama "Sudarshana", dipegang oleh tangan kanan atas, melambangkan pikiran. Sudarshana berarti pandangan yang baik.
- Gada yang bernama Komodaki, dipegang oleh tangan kiri bawah, melambangkan keberadaan individual.
- Bunga lotus atau Padma, simbol kebebasan. Padma melambangkan kekuatan yang memunculkan alam semesta.
Dalam ajaran filsafat
Waisnawa (terutama di
India), Wisnu disebutkan memiliki tiga aspek atau perwujudan lain. Ketiga wujud tersebut yaitu:
Kāraṇodakaśāyi Vishnu atau
Mahā Vishnu;
Garbhodakaśāyī Vishnu; dan
Kṣirodakasāyī Vishnu. Menurut
Bhagawadgita, ketiga aspek tersebut disebut "Puruṣa Avatāra", yaitu penjelmaan Wisnu yang memengaruhi penciptaan dan peleburan alam material. Kāraṇodakaśāyi Vishnu (Mahā Vishnu) dinyatakan sebagai Wisnu yang berbaring dalam "lautan penyebab" dan Beliau menghembuskan banyak alam semesta (
galaksi?) yang jumlahnya tak dapat dihitung; Garbhodakaśāyī Vishnu dinyatakan sebagai Wisnu yang masuk ke dalam setiap alam semesta dan menciptakan aneka rupa; Kṣirodakasāyī Vishnu (Roh utama) dinyatakan sebagai Wisnu masuk ke dalam setiap makhluk dan ke dalam setiap
atom.
Dalam ajaran di asrama
Waisnawa di
India, Wisnu diasumsikan memiliki lima wujud, yaitu:
- Para. Para merupakan wujud tertinggi dari Dewa Wisnu yang hanya bisa ditemui di Sri Waikunta, juga disebut Moksha, bersama dengan pasangannya — Dewi Lakshmi,Bhuma Dewi dan Nila Di sana Ia dikelilingi oleh roh-roh suci dan jiwa yang bebas.
- Vyuha. Dalam wujud Vyuha, Dewa Wisnu terbagi menjadi empat wujud yang mengatur empat fungsi semesta yang berbeda, serta mengontrol segala aktivitas makhluk hidup.
- Vibhava. Dalam wujud Vibhava, Wisnu diasumsikan memiliki penjelmaan yang berbeda-beda, atau lebih dikenal dengan sebutan Awatara, yang mana bertugas untuk membasmi kejahatan dan menegakkan keadilan di muka bumi.
- Antaryami. Antaryami atau “Sukma Vasudeva” adalah wujud Dewa Wisnu yang berada pada setiap hati makhluk hidup.
- Arcavatara. Arcavatara merupakan manifestasi Wisnu dalam imajinasi, yang digunakan oleh seseorang agar lebih mudah memujanya sebab pikirannya tidak mampu mencapai wujud Para, Vyuha, Vibhava, dan Antaryami dari Wisnu.

Sepuluh Awatara Dewa Wisnu.

Artikel utama untuk bagian ini adalah:
Awatara
Dalam
Purana, Dewa Wisnu menjelma sebagai
Awatara yang turun ke dunia untuk menyelamatkan dunia dari kejahatan dan kehancuran. Wujud dari penjelmaan Wisnu tersebut beragam, hewan atau manusia. Awatara yang umum dikenal oleh umat Hindu berjumlah sepuluh yang disebut
Dasa Awatara atau
Maha Avatār.
[1]
Sepuluh Awatara Wisnu:
Di antara sepuluh awatara tersebut, sembilan di antaranya diyakini sudah menjelma dan pernah turun ke dunia oleh umat Hindu, sedangkan awatara terakhir (
Kalki) masih menunggu hari lahirnya dan diyakini menjelma pada penghujung zaman
Kali Yuga.
Dewa Wisnu memiliki hubungan dengan Dewi
Lakshmi, Dewi kemakmuran yang merupakan istrinya. Selain dengan
Indra, Wisnu juga memiliki hubungan dekat dengan
Brahmādan
Siwa sebagai konsep
Trimurti. Kendaraan Dewa Wisnu adalah
Garuda, Dewa burung. Dalam penggambaran umum, Dewa Wisnu sering dilukiskan duduk di atas bahu burung Garuda tersebut.
Aliran
Waisnawa memuja Wisnu secara khusus. Dalam
sekte Waisnawa di
India, Wisnu dipuja sebagai
roh yang utama dan dibedakan dengan
Dewa-Dewi lainnya, yang disejajarkan seperti
malaikat. Waisnawa menganut
monotheisme terhadap Wisnu, atau Wisnu merupakan sesuatu yang tertinggi, tidak setara dengan Dewa.
Dalam tradisi
Hindu umumnya, Dewa Wisnu memanifestasikan dirinya menjadi Awatara, dan di India, masing-masing awatara tersebut dipuja secara khusus.
Tidak diketahui kapan sebenarnya pemujaan terhadap Wisnu dimulai. Dalam
Veda dan informasi tentang agama Hindu lainnya, Wisnu diasosiasikan dengan
Indra.
Shukavak N. Dasa, seorang
sarjana Waisnawa, berkomentar bahwa pemujaan dan lagu pujia-pujian dalam
Veda ditujukan bukan untuk Dewa-Dewi tertentu, melainkan untuk Sri Wisnu — Yang Maha Kuasa — yang merupakan jiwa tertinggi dari para
Dewa.
[2]
Di
Bali, Dewa Wisnu dipuja di sebuah
pura khusus untuk beliau, bernama
Pura Puseh, yakni pura yang harus ada di setiap
desa dan
kecamatan. Di sana ia dipuja sebagai salah satu manifestasi
Sang Hyang Widhi yang memberi kesuburan dan memelihara alam semesta.
Dalam pementasan
wayang Jawa, Wisnu sering disebut dengan gelar
Sanghyang Batara Wisnu. Menurut versi ini, Wisnu adalah putra kelima
Batara Guru dan
Batari Uma. Ia merupakan putra yang paling sakti di antara semua putra Batara Guru.
Menurut mitologi Jawa, Wisnu pertama kali turun ke dunia menjelma menjadi raja bergelar Srimaharaja Suman. Negaranya bernama Medangpura, terletak di wilayah
Jawa Tengah sekarang. Ia kemudian berganti nama menjadi Sri Maharaja Matsyapati, merajai semua jenis binatang air.
Selain itu Wisnu juga menitis atau terlahir sebagai manusia. Titisan Wisnu menurut pewayangan antara lain,
- Srimaharaja Kanwa.
- Resi Wisnungkara
- Prabu Arjunasasrabahu
- Sri Ramawijaya
- Sri Batara Kresna
- Prabu Airlangga
- Prabu Jayabaya
- Prabu Anglingdarma
- Prabu Ken Arok
- Prabu Kertawardhana